Pernahkah kamu mendengar atau membaca sebuah kisah
tentang gadis kecil yang memberikan sebuah kado yang terindah untuk ayahnya?
Apabila belum pernah, kamu bisa mencarinya atau kamu bisa mengetahui sepenggal
kisah tersebut dengan membaca artikel ini. Begini kisahnya.
Ada seorang gadis kecil. Dia punya ayah dan ibu. Pada
malam hari raya Natal, gadis kecil itu meminta sebuah gulungan kertas kado
kepada ayahnya. Jelas ayahnya bertanya kepada anaknya itu, untuk apa kertas
kado itu. “Untuk membungkus kado”, jawab gadis kecil itu. Kemudian ayahnya
memberikan gulungan kertas kado sesuai dengan permintaan anaknya itu. Tiba hari
raya, gadis kecil itu memberikan sebuah kotak kado yang telah dibungkus dengan
kertas kado yang diberikan ayahnya. Ketika kado tersebut dibuka, ternyata tidak
ada isinya. Dengan perasaan yang agak marah, ayahnya pun bertanya kepada
anaknya itu, “mengapa kado ini tidak ada isinya, apa kamu ngerjain ayah?”. “Itu
tidak kosong kok yah, tadi kado itu telah aku isi penuh dengan ciuman aku, dan
itu semua untuk ayah”. Ayah gadis kecil
itu langsung memeluk dan mencium gadis kecil kesayangannya itu dan mengucapkan
terima kasih atas hadiah yang diberikannya itu.
Seperti itulah kira-kira cerita dari kisah gadis kecil
yang memberikan sebuah kado yang terindah untuk ayahnya itu. Bagus bukan? Romantis
tidak? Banyak hal dari kisah tersebut yang dapat dijadikan sebagai bahan
renungan kita baik mengenai kasih maupun ucapan syukur dan sebagainya,
tergantung dengan produksi dari setiap pemahaman pikiran kita masing-masing. Namun,
ada satu hal yang dapat dijadikan pembelajaran dari kisah tersebut. Sebuah
kotak kado yang dilihat dan dianggap tidak ada isinya dan tidak memiliki suatu
nilai tertentu, tiba-tiba terlihat dan terasa terisi penuh, dan tiba-tiba memiliki
nilai yang lebih dan isinya itu adalah kasih seorang anak kepada ayahnya.
Walaupun mungkin bagi kita nilai kado tersebut tidak ada, berbeda dengan ayah
gadis kecil itu. Dia menerimanya dan menganggap inilah hadiah yang terindah dan
bernilai yang pernah dia dapatkan. Kosong di mata kita, tetapi penuh bagi dia.
Apa yang tidak dapat dilihat oleh mata, belum tentu itu tidak ada dan tidak
dapat dirasakan.
Mungkin kita perlu berpikir sejenak dan fokus. Sebuah
pandangan atas suatu objek merupakan suatu kesubjektifan atas suatu hal,
bagaimana cara kita berpikir dan memaknai atas hal tersebut. Ketika kita
memberikan suatu nilai yang tinggi atas suatu hal, maka hal tersebut menjadi
sangat berharga dan penting bagi kita. Sangat berbeda ketika kita memberikan
penilaian yang rendah dan buruk, hal tersebut mungkin hanya akan menjadi sampah
menurut pikiran kita. Sering sekali kita tidak menyadari bahwa banyak hal-hal yang
kita sepelekan itulah hal-hal yang penting, berharga, dan bernilai dalam hidup
kita. Gelas yang terisi air sebanyak setengah dari volume gelas tersebut dan
ketika kita melihatnya, mungkin kita akan berkata, “gelas itu setengah kosong”.
Mengapa tidak katakan “gelas itu setengah isi”?
Baiklah, mulai sekarang, kita coba lebih sering
berpikir sejenak, pertama-tama berlatihlah untuk selalu berpikir positif.
Kemudian rileks dan coba katakanlah hal-hal yang positif. Itu lebih baik
dibandingkan dengan cepat berkata-kata, namun keluarlah hal-hal negatif dari
setiap perkataan kita.
No comments:
Post a Comment