Thursday, April 24, 2014

CERPEN: MENGHARGAI KESELAMATAN

          Tama adalah seorang  mahasiswa fakultas ekonomi di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Tama merupakan seorang dengan sosok yang baik, sederhana, cerdas, dan disukai oleh teman-temannya. Dia sangat menyukai dengan hal-hal yang baru dan seru, karena bagi dia, hal tersebut merupakan suatu tantangan di dalam hidup ini. Dia juga mempunyai seorang sahabat yang bernama David. David adalah sosok yang humoris melankolis dan mereka bersahabat sejak perkenalan pertama saat masuk ke SMA.

          Pada suatu hari, saat jam istirahat perkuliahan, David  tiba-tiba datang mengajak Tama untuk pergi jalan-jalan ke kampung halamannya, yaitu ke Magetan, dengan tujuan untuk memanfaatkan waktu libur kuliah yang hanya empat hari saja. David ingin mengajak Tama untuk bermain ke rumah orang tuanya dan mengenalkan Tama kepada mereka.  David pun berniat mengajak Tama untuk melakukan pendakian gunung bersama-sama di waktu liburan tersebut. “Tama, libur kuliah, pergi yuk ke rumah aku di Jawa sana, sekalian kita naik gunung juga, kan kamu belum pernah naik gunung?”, tanya David. Tama pun langsung menyetujui hal tersebut, “Okelah kalau begitu, atur aja!”. Tama menganggap pendakian gunung adalah sebuah tantangan baru yang ingin dia coba taklukan. Agar perjalanan dan pendakian gunung terasa lebih seru dan menyenangkan, Tama dan David kemudian mengajak teman-teman kuliahnya untuk ikut acara mereka. Akhirnya, Rio dan Hendra yang bersedia untuk ikut bersama dengan mereka. Rio dan Hendra, mereka adalah anggota mahasiswa pencinta alam, sehingga mereka sudah mempunyai banyak pengalaman dalam hal pendakian gunung.

          Akomodasi dan peralatan yang dibutuhkan untuk pergi ke Magetan dan pendakian gunung segera disiapkan oleh David, Rio, dan Hendra. Gunung yang dipilih sebagai tujuan pendakian adalah Gunung Lawu. Gunung Lawu terletak di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dan ketinggiannya kira-kira 3.265 meter di atas permukaan laut. Jarak Gunung Lawu dengan Kabupaten Magetan, kampung halaman David, tidaklah begitu jauh, sehingga Tama dan teman-temannya berencana setelah melakukan pendakian, mereka akan langsung menuju ke rumah orang tua David. Tiket kereta api, tenda, matras, dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan pendakian pun segera disiapkan oleh mereka, sedangkan Tama hanya menyiapkan keperluan logistik yang dibutuhkan selama liburan di sana.

          Seminggu kemudian, pada malam yang telah ditentukan, malam awal liburan, berangkatlah Tama, David, Rio, dan Hendra menuju Stasiun Senen Jakarta. Pertama-tama mereka pergi menuju Solo dengan menggunakan kereta api eksekutif yang berangkat dari Stasiun Senen Jakarta menuju Stasiun Balapan Solo. Sepuluh jam lamanya perjalanan pun tidak terasa, akhirnya mereka tiba di Stasiun Balapan Solo. Perut pun terasa kosong  menanti-nanti makanan yang akan masuk. Lalu, mereka mencari warung makan terdekat untuk menikmati makanan khas Solo. Setelah perut terasa penuh, mereka siap untuk melanjutkan perjalanan berikutnya, yaitu puncak Gunung Lawu. 

          Dalam hitungan beberapa jam, dengan menggunakan angkutan umum, akhirnya mereka tiba di gerbang masuk Gunung Lawu. Setibanya di sana, hujan dan kabut telah menghiasi pemandangan jalan dan area di sekitar Gunung Lawu tersebut. Tama dan teman-temannya memutuskan untuk berteduh dahulu dan mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan  untuk memulai pendakian ke puncak gunung. Tidak lupa mereka untuk berdoa, berharap cuaca menjadi lebih baik dan tidak ada hambatan di dalam perjalanan nanti. 
 
          Hujan pun mulai berhenti berganti dengan gerimis, Tama dan teman-temannya memutuskan untuk memulai pendakian. Setapak demi setapak mereka lalui dengan guyuran gerimis yang membasahi jas hujan yang mereka gunakan. Langkah demi langkah pun tetap berlanjut sampai lelah datang yang membuat mereka memutuskan untuk berhenti sejenak. Setelah rasa lelah mulai perlahan tiada, Tama dan teman-temannya mulai melanjutkan kembali langkah-langkah kaki mereka dengan menelusuri jalan setapak di Gunung Lawu. Tidak terasa, mereka sampai pada pos yang pertama. Dalam pendakian Gunung Lawu memang telah disediakan beberapa pos yang dapat digunakan sebagai tempat peristirahatan sementara atau tempat untuk mendirikan tenda.

          Hari menjadi senja dan telah berubah menjadi malam. Hujan pun tetap mengguyur dan kabut mulai menutupi penglihatan. Tama, David, Rio, dan Hendra mulai berdiskusi, apakah perjalanan tetap akan dilanjutkan atau tidak. Keraguan mulai menyeliputi di setiap pikiran mereka. Namun, keputusan harus tetap diambil, dan akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali demi tujuan mereka, puncak Gunung Lawu. Berjalan kaki, lewati bukit dan lembah, ke atas dan terus ke atas, “Akhirnya pos kedua”, teriak Tama kepada teman-temannya. “Teman-teman, langit dah gelap nih, hujannya gak berhenti-henti, kabutnya sudah tebal, dan anginnya gak sepoi-sepoi nih, gimana? Mau tetap lanjut atau tidak nih?”, tanya David. “Sudah kita dirikan tenda saja di sini dan kita istirahat, tidur, dan kita lihat besok pagi-pagi buta, lalu kita putuskan,” jawab Rio. Tama dan Hendra pun menyetujui akan hal itu dan mereka mulai mendirikan tenda di dekat salah satu pos pendakian itu.  Hujan dan angin datang silih berganti menguncang tenda yang telah mereka dirikan, namun tidak mengurangi kenyenyakan tidur mereka di dalam tenda. Pagi pun akhirnya tiba, cuaca pun telah berubah seratus delapan puluh derajat. Pagi dengan sinar matahari yang hangat, awan yang putih, dan angin yang sepoi-sepoi, membuat mereka menyadari akan suatu hal. “Kesiangan kita”, “Yahh, terus gimana dong?”, “Wew dingin!”, celoteh Tama, Rio, dan Hendra. “Ya sudah, liburan kita sisa 3 hari sama hari ini, logistik kita juga sudah menipis nih, saya juga belum berjumpa dengan Bapak dan Mamak saya yang ada di kampung, gimana kalau kita udahan sampai di sini?”, tanya David. “Yahh, tidak seru dong, kita belum sampai pucuk, eh puncak. Masa berakhir sampai di sini? Uang juga sudah keluar banyak nih”, kata hati Tama, tetapi terucap juga oleh Tama dan Hendra.  Tama, Hendra, dan David mulai beradu mulut, dan tidak ada yang mau mengalah. Rio, sebagai senior, sesepuh, dan sebagai pencinta alam sejati, akhirnya berkata, “Iya, lebih baik pendakian kita cukup sampai di sini saja. Di pos dua ini, kita juga bisa melihat pemandangan alam yang luar biasa. Rasakan angin yang berhembus! Mungkin untuk saat ini langit cerah, tapi kita tidak tahu keadaannya beberapa jam lagi. Menuju puncak memang tujuan kita, tapi itu bukanlah yang utama. Pulang dengan selamat itulah yang utama, keselamatan itu yang penting. Bisa sampai ke puncak itu hanyalah bonus saja, mungkin untuk saat ini kita hanya kurang beruntung saja.” Mendengar perkataan itu, Tama dan Hendra merasakan sedikit kelegaan di dalam hatinya, sehingga akhirnya mereka mencoba untuk ikhlas menerima semuanya, “Benar apa yang telah dikatakan Rio, kita dapat mengambil pelajaran dari petualangan kita ini. Kita harus selalu bersyukur dan lebih menghargai nyawa kita. Keselamatan itu lebih penting bro, dan satu hal lagi, khususnya buat David, kalau ngajak naik gunung, jangan di musim hujan ya, ckckckck.” Kemudian mereka berempat sepakat untuk turun gunung dan menyudahi pendakian tersebut dengan melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua David.

          Sering kita lupa, anugerah terbesar yang telah kita terima adalah keselamatan. Mungkin kita hanya teringat akan kebutuhan-kebutuhan dunia dan keinginan-keinginan kita, seperti pekerjaan, karier yang meningkat, harta yang berlimpah, juara kelas, dan sebagainya sehingga kita sering menuntut Tuhan untuk memberikan atau mengabulkan setiap permohonan melalui doa-doa kita. Ingat, keselamatan yang telah kita terima itu lebih daripada segala sesuatunya, karena keselamatan itu datang dari darah dan pengorbanan Anak Domba Allah. Dosa-dosa kita yang katanya merah seperti kirmizi pun telah menjadi putih seperti salju. Kebangkitan-Nya pun telah menjadi suatu kemenangan dan kemuliaan kita atas kuasa iblis, maut, dan kutuk. Sungguh luar biasa sampai tak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata saja. Seperti yang telah disampaikan pada cerita di atas, keselamatan merupakan hal yang terutama, sedangkan berkat-berkat yang kita terima di dunia ini hanyalah bonus yang diberikan Tuhan kepada kita. Janganlah kita sampai lupa untuk mengucap syukur atas keselamatan yang telah kita terima ini. Jika mengucap syukur atas berkat-berkat Tuhan, kita bisa, terlebih lagi mengucap syukur atas keselamatan yang telah kita terima. Terima kasih Tuhan.

No comments:

Post a Comment